Hidup Menderita Namun Bahagia dengan Pilihan

Menderita Namun Bahagia
...

Dok.web

Suatu hari saya bertemu abang Sol Sepatu yang hari-harinya melintas dan berkeliling di kompleks tempat saya tinggal .

Waktu itu sore menjelang Magrib dan Mamakota baru diguyur hujan deras. Saya yang cukup lelah karena baru pulang kantor menyapa bapak Sol Sepatu yang duduk di emperen warung menunggu hujan benar2 reda.

"Bapak, udah mau balik? saya mau Sol sepatu pak" Oh iya neng bisa."

Buru-buru saya membuka gerbang dan mempersilahkan bapak itu duduk sembari saya menyiapkan beberapa sepatu yang mau dijahit.

Tak tega melihat bapak itu duduk sendiri di ruang tamu, saya mulai bertanya, Bapak Minum kopi apa teh? “ngga usah neng, katanya”.

Tanpa bertanya lagi, saya buru-buru ke dapur membuatkan dua gelas teh hangat dan menyajikan sepiring biskuit Khong Guan.

"Wah neng, terima kasih, maaf merepotkan,"

Saya kemudian mulai membuka pembicaraan, Bapak namanya siapa?

“Pak Sabar neng,” Oh baik, saya ibu Sabar pak. Saya dari NTT (Nanti Tuhan Tolong, hhhhheee canda, saya Nia pak.

Agar punya bahan cerita, saya sedikit berkisah tentang saya yang seorang perantau kemudian menanyakan tentang kisah pak Sabar yang katanya sudah 30 tahun menjadi tukang Sol sepatu di Mamakota.

Ia mengatakan setiap hari berkeliling menyusuri jalan, lorong dan bertahan dibawah teriknya panas Mamakota. Ia meninggalkan istri dan anaknya di kampung dan hanya pulang sebulan sekali.

Ya, tak ada bedanya dengan saya yang meninggalkan keluarga, rumah dan hanya akan pulang setahun bahkan 3-4 tahun sekali.

Sambil menyeruput teh ketika saya persilahkan, pak Sabar bertanya; neng bertahan ya jauh dari orang tua.. apa ngga kangen? Kangen pak, tapi mau gimana? kita sama-sama telah memilih jalan untuk hidup di kerasnya Mamakota. Apapun yang terjadi kita harus siap menerima konsekuensi dari pilihan yang kita ambil.

Menderita? tentu tidak karena saya tidak menyesali keputusan yang telah saya ambil.

Sengsara? mungkin ia, karena sengsara adalah kondisi hidup tapi saya berjuang agar survive.

“Masalah? tanya pak Sabar,” “Wah jangan ditanya pak, Sekebooon, bahkan kalau ngga ada masalah saya yang cari-cari masalah... Tawa pak Sabar sambil menjahit sepatu Converse saya yang telah berusia 7 tahun.
...

Terkadang, banyak orang yang menderita hidupnya tapi bahagia dengan pilihan yang dia ambil.

Terkadang benar adanya; jika masalah tidak selalu membutuhkan solusi untuk menyelesaikannya, sebaliknya hanya dibutuhkan kedewasaan untuk mengatasi nya.

Jadi sejauh ini saya terus berjuang pak, agar tidak patah namun tumbuh dan akan berbunga pada waktunya. Eitss “tiba-tiba saja kata-kata itu terucap” ahh, kok jadi curhat ya, saya sma pak Sabar. hehehee


& Akhirnya hujan benar-benar reda, sepatu saya telah dijahit sempurna & teh pak Sabar pun tinggal sekali teguk. Mengakhiri perjumpaan kami, saya mau mengeluarkan uang 50000 dari saku, apalah daya ternyata itu uang 2000, baru sadar dompet saya tertinggal di kantor dan akhirnya saya pun berhutang pada pak Sabar.

Pak besok kembali lagi ya, dompet saya tertinggal, saya Bon dulu, besok jangan lupa mampir kembali. Untung namanya pak Sabar, ia pun tak mempermasalahkannya, walaupun ia keluar dari gerbang dengan dahi mengerut,, neng neng.....gerutunya sambil berlalu meninggalkan saya.

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini