Hanya Pada Maria | Bagian 1

Dokumen pribadi Itok Aman

Itok Aman | Teman Ceritamu

Beberapa hari terakhir ini, saya menghabiskan waktu di Borong. Di tengah keriuhan dan segala huru-hara sebagai freelancer (yang kebanyakan free daripada lance-nya), selalu ada orang-orang baik yang memberi saya kesempatan untuk bekerja.

Menyebut diri sebagai freelancer memang memikul beban yang berat. Tapi asyik. Hampir semua orang tahu freelance itu, dari dua kata dalam bahasa Inggris. Free artinya bebas, dan lance artinya tombak. Ketika menjadi freelancer, kau menjadi pekerja lepas yang bebas menikam apa saja. Waktu luangmu yang bebas, kemampuanmu yang menjadi tombak. Walaupun bekerja seperti tombak yang bebas menikam, bukan berarti asal tikam. Asal tikam dan tidak tepat sasar, kelar hidupmu!

Dua pekan lalu, saya dihubungi seorang teman untuk menjadi Key Opinion Leader (KOL) dalam webinar dari Menkominfo, mengusung tema tentang literasi digital dengan topik pembahasan digital culture dan digital etic. Kegiatan ini diadakan di setiap kabupaten. Dan, saya dipilih sebagai KOL untuk Kabupaten Manggarai Timur, dengan kriteria standar memiliki pengikut di instagram di atas 10.000 pengikut. Terima kasih untuk siapa saja di luar sana yang telah berbaik hati mengikuti setiap akun media sosial pribadi saya, khususnya instagram. Tentu menjadi pengikut punya alasan tersendiri untuk mengikuti.

Selain memenuhi standar persyaratan menjadi KOL itu, saya juga mempunyai cerita panjang sebagai efek positif dari bermedia sosial, efek secara berelasi, jejaring, juga bahkan merambah ke pendapatan saya dari bermedia sosial walaupun analytic-nya fluktuatif. Tidak stabil. Untung-untungan ada job. Untung-untungan orang membeli atau mebayar hasil imajinasi saya sebagai produk kreatif. Walaupun sederhana, kecil dan sedikit tapi bisa menghasilkan uang.

Akhir pekan kemarin, saya dihubungi untuk mengisi panggung stand up comedy di salah satu acara pernikahan di Borong. Anak bos pancaran 7 yang mempelai pria dan mempelai wanita dari Ende yang juga berketurunan China. Selain mendapat pekerjaan baru, saya baru pertama kali tampil di acara milik orang China, merasakan hidangan resepsi pernikahan milik orang China. Di hadapan orang-orang bermata sipit itu, saya merasa seperti sedang manggung di Hongkong. Anjay!

Ini menjadi salah satu program acara baru di Manggarai Timur. Tim Wedding Organizier menyelipkan stand up comedy dalam rundown acara resepsi pernikahan. Ini pertama kali terjadi. Sebagai pemula saya bangga. Tahun 2020 lalu, saya diberi panggung untuk stand up comedy di Ruteng sambil sharing proses kreatif kedua buku saya, itu juga panggung stand up comedy pertama kali di Manggarai. Sebagai pemula dan pembuka panggung seni hiburan yang satu ini, lagi-lagi saya bangga.

Awal pekan ini, saya kembali bersama Kominfo. Kali ini dari pihak BAKTI Kominfo dan Telkom sebagai local organizier dalam kegiatan penyuluhan digitalisasi pengembangan desa wisata. Selama tiga hari ke depan dengan Tim Metranet dan Wonderfull Indonesia yang di bawah asuhan Telkom. Bekerja sama untuk menginput inventory pariwisata desa, akomodasi dan travel agent ke website Wonderfull Indonesia (wonderin.id) dengan hastag makin cakap digital.

Semua pekerjaan di atas dan projek kecil-besar lain yang telah saya kerjakan selama ini adalah efek dari relasi, tentu karena orang-orang baik yang memercayai saya untuk mengerjakan semua itu. Apalagi yang harus saya balas atas kebaikan orang-orang ini kalau bukan dengan doa yang tulus untuk mereka semua? Hanya itu yang saya punya. 

Untuk mengerjakan semua projek itu, tentu meninggalkan rumah untuk beberapa hari. Bahkan seminggu, bahkan lebih. Meninggalkan rumah artinya meninggalkan Maria. Belum sebulan anak gadis orang yang saya timang ini datang ke rumah dan memilih hidup bersama saya, sudah ke sana kemari saya pergi dan tinggalkan dia.

Maria sosok perempuan ramah yang baik dan pengertian. Soal membangun relasi, istri saya ini tidak perlu diragukan lagi. Ia tidak perlu khawatir, ia cukup mendoakan saya baik-baik saja. Ia percaya, sejauh mana kaki saya melangkah hatinya adalah senyaman-nyamannya rumah tempat saya menemukan jalan pulang dan menetap selamanya.

Sudah hampir seminggu saya meninggalkan dia di rumah. Rindu menumpuk melebihi tak jumpa berwindu-windu lamanya. Saya menulis ini karena merindukannya. Sebetulnya memang, rindu bukan karena jarak berjauhan tetapi karena seseorang telah kau tempatkan di hatimu, bukan? Begitu pun saya, begitu pun Maria. Maka bukan hal baru, saya menulis tentang Maria di hadapan Maria sendiri maupun saat jauh darinya.

Suatu malam, saya terbangun kurang lebih di pukul tiga pagi. Sejam atu dua jam lebih sebelum waktunya ayam berkokok. Maria tertidur pulas di samping saya, matanya terkatup bibirnya tak bergerak hanya napas yang berirama saya dengar darinya. Dipengaruh oleh rasa yang haru, mata saya berkaca sambil sekuat batin tak membiarkan gerimis jatuh.

"Apa sekali yang membuat perempuan ini mau dengan sepenuh jiwa-raga menerima saya menjadi suaminya, jelas-jelas sejak semula sudah ia tahu, saya ini pengangguran yang lebih banyak diremehkan orang-orang di sekitar karena tidak berijazah sarjana pun tak punya pekerjaan tetap? Bahkan saya tak pernah berjanji, dengan jaminan apa saya membahagiakan perempuan yang hanya sekali mem-bonding rambut dalam seumur hidupnya ini?" tanya saya dalam hati sambil terus menatap wajah asli dalam kepulasannya.

Takut dan cemas serta kesal pada diri sendiri setelah sadar bahwa saya sudah beristri. Situasi itu tiba-tiba menyelinap dalam hati dan pikiran saya setelah saya mengingat peristiwa fenomenal meninggalnya para tokoh dunia di usia 27 tahun. Seperti Kurt Cobain yang meninggal pada usia 27 tahun 44 hari setelah menembak peluru ke kepalanya sendiri. Jimi Hendrix yang meninggal pada usia 27 tahun 295 hari akibat overdosis barbiturat. Brian Jones, 27 tahun 125 hari akibat kecelakaan saat berenang. Jim Morrison, 27 tahun 207 hari yang ditemukan meninggal di bak mandi dengan mulut berbusa. Janis Joplin, 27 tahun 258 hari akibat overdosis heroin. Amy Winehouse, 27 tahun 302 hari akibat keracunan alkohol.

Bukan berarti saya memposisikan diri sebagai seniman. Malah beruntung, saya bukan seniman. Tetapi kematian tokoh-tokoh seniman yang fenomenal di atas, melahirkan sesuatu yang seolah menakutkan bagi remaja yang berusia 27 tahun. Itu konspirasi, jangan percaya. Percaya atau tidak, itu tergantung.

23 Maret lalu saya merayakan ulang tahun ke 27. Itu adalah ulang tahun pertama saya setelah jadian dengan Maria. Hari ini usia saya sudah 27 tahun 85 hari. Saya masih sehat-sehat saja. Saya tidak takut dengan kematian saya sendiri, yang saya takutkan ialah meninggalkan perempuan baik ini meranah sendirian setelah dengan penuh penerimaan menjadi istri saya.

Saya menyesal dengan pola hidup yang saya bentuk selama masa kecil dan remaja. Merokok mulai dari usia di bawah umur, mengonsumsi alkohol berlebihan, pola makan, tidur dan bangun yang tidak sesuai anjuran kesehatan.

Hari ini, saya sudah tidak sendiri. Ada seorang perempuan lugu dan lucu yang memercayakan hidupnya dan dipercayakn oleh ayah, ibu, saudara-saudarinya untuk menjadi bagian dari diri saya.

Telah sekian lama saya bermain pada waktu, bermain pada tanggung jawab selama ini, hari ini bukan lagi hanya untuk diri sendiri tapi saya juga bertanggung jawab atas kebahagiaan dan masa depan juga seluruh hidup seorang gadis cantik yang telah saya timang di depan keluarganya.

Saya percaya, projek yang saya kerjakan akhir-akhir ini berkat doa dari Maria. Dan, dikabulkan Tuhan lewat orang-orang baik yang percaya pada talenta dan potensi dalam diri saya. 

Dengan tetap menjadi freelancer who live in freedom with my lovely wife Maria, semoga saya tidak terlambat mengubah pola hidup, menjaga kesehatan dan mencintai Maria sampai melihatnya cantik dengan kulit yang keriput dan rambutanya yang beruban, kantung matanya yang kendur. Menyaksikan cucu berlarian di halaman rumah, bertengkar seperti kekanak-kanakan karena pikun di usia yang terus menua. Semoga sayabbelum terlambat. Semua dari itu, segala cinta dan kuasa adalah anugerah Tuhan.

Oleh karena itu, Maria Dalmin. Lelaki yang baru saja kau temani saat terakhir memangkas rambutnya ini, meninctaimu tanpa pertimbangan pun tanpa tetapi menyingkap sepi. Seperti yang kau baca sendiri di sampul belakang buku keduanya; jika mencinta hanya membuang-buang waktu, izinkan saya menghabiskan sisa hidup bersamamu sampai napas ini tak lagi berhembus.

Segala cemas, takut, dan sakit kau adalah obatnya. Sebab padamu ada cinta. Ada nostrum -- yang kemujarabannya tidak terdeteksi oleh alat-alat ilmiah tetapi terbukti menyembuhkan. Cinta memberi kesembuhan, cinta memberi kesempatan hidup (lebih lama). Dan, kau adalah cinta itu sendiri.

Ttd:

Lelaki sederhana yang mencintaimu, yang melihatmu sebagai ciptaan Tuhan yang paling istimewa di planet yang indah ini.


Catatan:

*Tulisan ini dibuat saat saya sedang berada di Borong pada Juni 2021 lalu.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *