Membaca Ibu pada Kaleng Khong Guan

 



Oleh: Itok Aman | Teman Ceritamu 


Dalam kelompok tongkrongan saya, sering mendengar guyon tentang gambar yang legend dari Khong Guan yang mempertanyakan sosok ayah di gambar yang fenomenal itu. Padahal, Khong Guan sendiri sering jadi biskuit andalan keluarga di desa-desa pinggiran.

Bernardus Prasodjo, sang pelukis asli gambar kaleng Khong Guan yang mula-mula ia tawarkan dalam bentuk sketsa ke perusahaan biskuit milik Kakak beradik asal Fujian, China tersebut Mr. Chew Choo Keng dan Mr. Chew Choo Han, setelah sketsa itu diterima barulah ia menggambar persis yang kita lihat di kaleng Khong Guan hingga saat ini.

Bernardus Prasodjo tidak memberikan alasan pasti mengapa tidak ada sosok ayah dalam gambar tersebut, ia menjelaskan yang terpenting ada sosok ibu. Karena ibu yang lebih dominan membeli kebutuhan dapur dan meja makan, termasuk biskuit Khong Guan.

Saya mencoba melihat sisi lain dari gambar. Sosok ibu yang dilukiskan Bernardus pada kaleng Khong Guan kembali mengingatkan kita tentang peran besar seorang ibu. Yang di mana, tanpa kehadiran sosok ayah pun, seorang ibu masih bisa memberikan kehangatan pada anak-anaknya. Terlihat dalam senyum sumringah sosok ibu dan anak di gambar. Ibu memiliki cinta yang besar di sana.

Gloria Steinem, seorang journalis dan aktivis feminis membuat sebuah analogi; perempuan tanpa laki-laki ibarat ikan tanpa sepeda. Menyebut ikan berbarengan dengan sepeda, kita singkirkan dulu tradisi yang dibangun Jokowi seperti "sebutkan lima nama ikan, nanti ta kasih sepeda, ayo..." singkirkan dulu. Kita kembali pada analogi yang dibangun Steinem.

Perempuan tanpa laki-laki ibarat ikan tanpa sepeda. Ikan akan selalu bisa berenang dengan semestinya tanpa membutuhkan kehadiran sepeda. Ikan tidak perlu tahu bagaimana cara mengatur keseimbangan untuk bisa mendayung sepeda agar berenang lebih instant. Ia tak butuh sepeda. Sama sekali tidak butuh sepeda. Ikan tetap ikan yang berenang sambil bergoyang ria tanpa musik di tengah dalam dan dangkalnya air. Demikian pun perempuan.

Ia akan tetap hidup walau tanpa kehadiran laki-laki. Perempuan selalu melipat gandakan cinta. Perempuan sudah luar biasa dari sananya, memang.

Lalu, apa pentingnya kehadiran laki-laki dalam kehidupan perempuan? Sedikit menyentuh biblis – dalam proses penciptaan manusia oleh Allah yang diceritakan dalam kitab Kejadian, perempuan hadir setelah lelaki itu ada. Atau sebaliknya, laki-laki ada sebelum adanya perempuan, dari sini kita bisa membangun sebuah sudut pandang bahwa laki-lakilah yang membutuhkan kehadiran perempuan. 

Pada satu sisi, laki-laki bisa menjadi ayah sekalibus ibu bagi anak-anaknya. Tetapi perempuan melebihi itu. Lebih dari sekadar ayah. Ia selalu punya caranya sendiri untuk melipatgandakan apa yang ia terima. Pun dalam hal pemberian. Apalagi dalam urusan cinta kasih.

Dalam sejarah Khong Guan sendiri, di mana Choo Keng dan Choo Han adalah dua sosok pria imigran asal Fujian, China yang mula-mula bekerja pada sebuah pabrik biskuit lokal di Singapura untuk menafkahi krluarga mereka. Kemudian Jepang menginvasi Singapura, Keng dan Han lalu pergi ke Malaysia untuk menyelamatkan diri. Tidak diceritakan, keluarga mereka ikut ke Malay atau tidak.

Sampai di Malaysia, kedua pria ini menjual biskuit buatan tangan untuk bertahan hidup. Jualan mereka lumayan laku hanya saja Keng dan Han terkendala pada pasokan bahan tepung dan gula. Lalu mereka beralih menjadi penjual garam dan sabun.

Setelah Singapura kembali aman, keduanya kembali ke Singapura dan menjual biskuit buatan mereka sendiri. Khong Guan mulai berkembang pesat saat itu ketika Chew Choo Keng menemukan mesin pembuatan biskuit yang bekas sisa dari runtuhan gedung perusaan biskuit tempat mereka bekerja dulu.

Setelah pertama kali diresmikan pada tahun 1947 di Singapura Khong Guan mulai melakukan ekspansi bisnis di beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan bahkan sampai ke daerah pesisir China pada tahun 1980-an. Di Indonesia sendiri kita sering melihat biskuit Malkist Abon, Malkist Crackers, dan Khong Guan Shaltchese Combo. Namun yang paling populer di Indonesia yaitu Khong Guan Red Assorted Biscuit.

Dari asal kata Khong Guan sendiri merupakan dua kata dari bahasa China yang berarti kaleng atau stoples kosong. Mungkin nama ini juga yang dipakai Chew Choo Keng dan Chew Choo Han yang memberikan arti bahwa laki-laki tanpa perempuan seperti kaleng yang kosong. Seperti kaleng yang tak berisi apa-apa. 

Entah apa nilai dan pesan moral dari tulisan ini, hanya satu harapan saya; semoga menjelang natalan ini, ada ibu-ibu single parent yang sudah menyediakan Khong Guan di rumahnya dan mengundang saya untuk makan-makan biskuit aneka jenis dalam satu kaleng itu, bersama anak-anaknya di meja makan. Kemudian selfie sambil menyertakan oaleng Khong Guan agar mematahkan pertanyaaan "di mana sosok ayah di gambar kaleng Khong Guan," sehingga kehadiran sosok ayah tidak lagi menjadi pertanyaan juga bukan lagi sebuah hal sepele yang seolah-olah misterius, mengerikan, dan horor.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *